About Me

About Me
Munere veritus fierent cu sed, congue altera mea te, ex clita eripuit evertitur duo. Legendos tractatos honestatis ad mel. Legendos tractatos honestatis ad mel. , click here →

Kamis, 12 Maret 2020

huhuy



Kamis, 05 Maret 2020

madona lagi





Kamis, 27 Februari 2020

madona











Kamis, 20 Februari 2020

flowchart

hehe

Rabu, 13 September 2017

Produk Kerajinan 'Pot dan Bunga' Hasil Daur Ulang Limbah Plastik dan Koran Bekas

Produk ini dapat digunakan untuk menghias ruangan menjadi lebih cantik.  Produk ini dapat diletakkan di sudut ruangan, meja, lemari pajangan, dll. Produk ini dibuat untuk mengurangi limbah di sekitar kita, dengan membuat pot dari gulungan koran dan bunga dari kantong plastik. Harga jual produk ini adalah Rp. 7.000,00,-









Alat dan bahan :


  • Kantong plastik
  • Koran
  • Gunting
  • Karet gelang
  • Double tape
  • Lidi
  • Karet
  • Cat acrylic
  • Pita berwarna hijau
  • Lem tembak
  • Benang wol warna hijau


Cara membuat :

1.  Potong setiap koran menjjadi empat bagian
2. Gulunglah setiap bagian koran sehingga berbentuk seperti lidi
3. Gulunglah koran yang telah berbentuk seperti lidi menjadi gulungan lingkaran. Rekatkan ujung gulungan tersebut menggunakan double tape. Buatlah 50 gulungan
4. Susunlah lima puluh gulungan tersebut sehingga menjadi berbentuk pot
5. Cat pot yang telah dibuat menggunakan cat acrylic sesuai dengan warna yang diinginkan
6. Potonglah kantung plastik menjadi beberapa persegi.
7. Gabungkan setiap tiga koran menjadi sebuah lipatan
8. Gabungkan tiga lipatan dan ikatlah menggunakan karet gelang
9. Uraikan lipatan tersebut sehingga berbentuk bunga
10. Lilitkan lidi dengan benang wol untuk membuat tangkai bunga
11. Potonglah pita menjadi beberapa bagian yang akan digunakan sebagai daun
12. Tempelkan daun dan bunga yang telah dibuat pada tangkai dengan menggunakan lem tembak.
13. Tempatkanlah beberapa rangkaian bunga yang telah dibuat kedalam pot
14. Bunga siap digunakan sebagai hiasan

Kita dapat menggunakan cat dengan warna yang kita inginkan untuk membuat pot terlihat lebih cantik, membalut lidi dengan bahan-bahan lain, serta membuat daun dengan bahan dan warna-warna lain. Buatlah sesuai dengan kreativitasmu.



Rabu, 02 Agustus 2017

Diamnya Cinta Episode 1

Yang kadang kupandangi hanya lewat lirikan. Hanya melihat dan menyapanya tatkala dia memanggilku. Tak penah sekalipun aku berani menatapnya. Karena aku merasa dia sempurna. Ahlak dan parasnya.

Jendela ini adalah saksi bisu dari zina mata yang kulakukan. Melihatnya menendang bola kesana kemari sambil berteriak. Menikmati keringat yang mengalir dari pelipisnya.
"Ngapain nonton disini? kesana aja yuk !"
Aku menggeleng. Aku takut berada di pingir lapangan itu. Aku takut jika tiba-tiba rasa cemburu itu menghampiriku. Rasa cemburu karena puluhan gadis disana meneriakkan namanya.
"Kamu duluan aja Lana"
"Beneran kamu nggak ikkut ? padahal daritadi kamu liat keluar terus. Ayo ikut aku"
"Enggak. kamu duluan aja" Aku tersenyum.
Ilana langsung melengang pergi bersama Nata.

Dan inilah yang aku lakukan. Membaca ulang pelajaran pagi ini. Aku seringkali tidak paham dengan apa yang para guru jelaskan. Aku hanya diam. Selalu diam tanpa pernah berani bertanya.

Bel masuk berbunyi. Beberapa anak dari kelasku yang tadi ikut bermain bola dilapangan ikut masuk. Dia juga masuk. Dia Dana.
"Tadi nggak ikut nonton?" Dana bertanya sambil duduk di kursi kosong disampingku sambil melap keringat yang menetes dari pelipisnya menggunakan kaos olahraganya.
Aku hanye tersenyum dan menggeleng. Aku tahu saat ini dia duduk disampingku karena tempatku ini dekat dengan AC.
"Aku bau ya ?" tanyanya. Aku masih diam.
"Kamu diam. Pasti aku bau banget"
"Eggak enggak. Saat ini aku pilek. hehe"
Dia tesenyum kepadaku. Ah... bukan. Itu senyuman yang dia berikan kepada hampir semua gadis dilapangan tadi.

"Nanti malem dateng kan ke acara sekolah ?" aku yang saat itu berpura-pura sedang membaca buku  menoleh sejenak. Memandangnya.

Sabtu, 23 Juli 2016

TRAFFIC LOVE


Jalanan ini masih terlihat basah. Terguyur air hujan semalam yang baru reda menjelang shubuh. Motor yang ku naiki pun terasa akan tergelincir saat aku mengemudinya sedikit ugal-ugalan kemudian mengerem mendadak. Tidak biasanya aku mengemudi seperti ini. Ini karena aku berangkat sekolah lebih lambat 15 menit daripada hari-hari sebelumnya.

Kerumunan orang yang mungkin juga sedang terburu-buru sepertiku membuatku mengerem mendadak kemudian menepi. Aku berlari menuju kerumunan itu setelah mengunci mobilku sedikit jauh dari traffic light tempat orang-orang berkerumun itu.

Seorang anak dengan seragam SD yang lusuh merupakan penyebab berkumpulnya orang-orang itu. Aku menanyakan apa yang terjadi kepada warga yang menjadi bagian dari kerumunan itu. Anak itu terserempet mobil yang membuat seragamnya kotor karena terjatuh.

Aku merasa sesuatu yang berat membebani kakiku. Seorang laki-laki yang berseragam putih abu-abu menginjak kakiku. Mungkin karena mendengar aku meringis, dia segera mengangkat sepatunya dai atas sepatuku sambil mengucapkan maaf dan hanya kubalas dengan anggukan.

Itu hari dimana aku mulai melihat laki-laki itu. Yang selanjutnya,hampir setiap hari aku dapat melihatnya dengan motor matic yang selalu dipakainya itu di traffic light tempat aku pertama kali bertemu dengannya.

Setiap aku berangkat sekolah, entah di samping, di depan, atau di belakangku aku selalu melihatnya. Beberapa kali mata kami bertatapan.Atau kemudian dia tersenyum kearahku yang hanya kubalas dengan senyuman tipis. Kemudian saling melajukan motor kamu setelah lampu di traffic light berganti menjadi hijau kearah yang berbeda. Kami berbeda sekolah. Itu yang kuketahui saat aku melihat tanda pengenal sekolah yang kulihat di seragamnya.

Aku tak mengenalnya. Sungguh. Bahkan namanya pun baru kuketahui beberapa hari terakhir karena dengan sengaja aku mencoba melihat tanda pengenalnya. Seingatku aku juga tak pernah berbicara dengannya. Hanya senyuman tipis dan sebuah gumaman. Itu yang aku ingat.

Akupun juga tidak tahu tentangnya selain nama. Apakah dia sengaja atau tidak berangkat bersamaan denganku. Tubuh tingginya dan kulit sawo matangnya yang selalu aku ingat.


Aku selalu berdebar-debar saat mata kami saling bertatapan. Dengan kata-kata sapaan yang tersangkut di tenggorokan karena aku terlalu takut untuk menyapanya.